Pages

Translate

Wednesday, August 20, 2014

Daun Jinten, Pertolongan Pertama Saat Batuk Menyerang

AKAR tradisi masyarakat yang memelihara kebiasaan leluhur, sering berdampak positif. Salah satunya tradisi mengobati penyakit dengan memanfaatkan tanaman di sekitar tempat tinggal. Masyarakat tradisional mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga memahami tanaman yang bermanfaat untuk dijadikan makanan maupun untuk mengobati suatu penyakit.


Pengetahuan masyarakat tradisional dalam mengobati penyakit merupakan karya yang luar biasa dan bisa dikatakan sebagai kekayaan bangsa. Karena itulah kemudian banyak yang memanfaatkan aset bangsa ini menjadi sebuah referensi dalam bidang pengobatan hingga memunculkan istilah obat herbal. Dipadukan dengan teknologi modern, kini pemanfaatan tanaman untuk pengobatan tampak makin berkembang, mudah dikonsumsi dan mudah dicari.
Khasiat tanaman obat yang sudah dirasakan masyarakat tradisional selanjutnya banyak yang diuji secara klinik. Hasilnya tak sedikit obat dalam kemasan modern juga menggunakan tanaman obat dalam kandungannya.
Karena sejumlah tanaman obat sudah terbukti secara klinis, masyarakat pun menunjukkan respon yang baik. Dari upaya mengenali, menanam hingga mencoba meracik tanaman obat untuk menangani penyakit serta membudidayakan. Respon yang besar ini kemudian memunculkan istilah toga atau tanaman obat keluarga. Istilah toga merujuk pada upaya setiap keluarga untuk membudidayakan tanaman obat sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakat.
Hal ini seperti dirasakan Soemaryono (69), pembudidaya tanaman obat  dan pemilik rumah herbal Sari Toga di Cipamokolan Bandung. Pengenalan dan rasa penasaran Maryono -panggilan Soemaryono- terhadap toga membawanya untuk semakin tekun mempelajari toga secara mendalam. Tak sedikit kursus tentang ilmu toga dan herbal diikutinya. Setelah yakin, ia pun mencoba toga untuk menangani beberapa penyakit untuk dirinya sendiri maupun keluarganya.
Setelah terbukti khasiatnya, ia pun berani memberikan ilmu pada orang lain baik kepada tetangga, saudara maupun kepada sesama pensiunan di PT Pos Indonesia. Maryono pun kemudian mengemas sejumlah toga menjadi serbuk dan kapsul agar mudah dikonsumsi.
Dalam berbagi ilmu, ia suka menjelaskan beberapa penanganan penyakit ringan seperti sariawan, batuk, sakit kepala, flu, demam dan lainnya.
Untuk batuk, ia memanfaatkan daun jinten sebagai obatnya. Daun yang bahasa latinnya disebut Coleus amboinicus Lour atau Coleus aromatic Benth ini biasa dia rebus untuk diambil airnya seperti yang juga dijelaskan dalam buku Tanaman Obat Indonesia untuk Pengobat Jilid 3.
Maryono menjelaskan, sebanyak 5 daun jinten berukuran 5-7 centimeter ia cuci sebelum direbus. Untuk merebus daun jinten, ia menggunakan dua gelas air minum. Ia merebusnya hingga airnya menguning dan setelah agak hangat barulah airnya diminum.
"Kalau sudah mulai batuk dan asma saya kambuh, saya langsung merebus daun jinten. Setelah diminum, khasiatnya akan terasa dalam dua atau tiga hari. Tenggorokan rasanya jadi nyaman serta napas jadi lebih lega," ujar Maryono.
Selain daun jinten, ia pun sering memanfaatkan tanaman adas untuk batuk lainnya terutama batuk berdahak. Adas yang dalam bahasa latinnya disebut Foeniculum vulgare Mill ini di Indonesia dikenal dengan nama daerah antara lain adas manis, adhas kowei, adas pedas, hades, dan adase (Tanaman Obat Indonesia untuk Pengobat Jilid 1).
Maryono menggunakan bijinya untuk meringankan batuk. Biji sebanyak 5 gram yang sudah dibersihkan direbus dengan setengah gelas air. Setelah itu disaring dan dicampur madu untuk kemudian diminum sehari dua kali.
Pengalamannya membudidayakan dan mengonsumsi toga, membuat Maryono tak ragu untuk menularkan pengetahuannya pada orang lain. Salah satunya seperti dilakukan H Maisir (74) rekannya saat masih bekerja di PT Pos. H Maisir memanfaatkan pekarangannya di kawasan Riung Bandung dengan menanam sejumlah toga seperti daun jinten, ruku-ruku dan tapak kuda. Selain untuk obat batuk, beberapa tanaman ini juga dimanfaatkan untuk mengobati sariawan, meringankan pernapasan dan menyegarkan badan. Bahkan ia pun tak ragu untuk memberikan racikan tanaman obat kepada cucunya yang masih 6 tahun bila terserang batuk. Khusus untuk cucunya, ia memberi tambahan madu secukupnya untuk memberi rasa manis yang natural bagi anak-anak.
Mengenai toga yang dilakukan Maryono dan H Maisir ini juga telah menjadi program yang digalakan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Sebelum menjadi Wali Kota, Ridwan sudah melakukan gerakan penghijauan melalui aktivitasnya di Bandung Creative City Forum. Demikian pula setelah menjabat Wali Kota, Ridwan memperkuat penghijauan dengan program Urban Farming atau Bandung Berkebun.
Salah satu tujuan program ini adalah menggerakan warga Bandung untuk mau menanam di rumahnya sesuai kemampuan meski hanya dalam sebuah pot. Selain tanaman berbunga dan berbuah, Bandung Berkebun juga menggalakan tanaman yang berupa sayuran dan juga tanaman obat. Kini perkembangan toga makin massif, selain di rumah-rumah, toga juga ditanam di taman-taman milik pemerintah, di lingkungan RW, sekolah-sekolah, di perusahaan swasta maupun di komunitas tertentu.
Masalah tanaman obat yang makin sering dikonsumsi masyarakat, banyak ahli pengobatan baik tradisional maupun modern tidak memermasalahkan. Bahkan keunggulan tanaman obat atau herbal ini sangat dirasakan masyarakat. Salah satunya karena hampir tidak memiliki efek samping yang menjadikannya makin dipercaya masyarakat.
Hal ini juga ditegaskan Emilia E. Achmadi, MS, yang merupakan Clinical Dietitian sekaligus pakar di bidang nutrisi dan pencegahan penyakit dalam siaran persnya. Emilia mengatakan, ada bahan-bahan alami yang bisa digunakan untuk mengatasi batuk. "Kalau saya sudah mulai merasa pita suara bengkak, saya seduh teh, tumbuk jahe dan saya campurkan. Kalau untuk anak-anak saya beri madu sedikit," katanya.
Selain itu, kata dia, ada bahan alami lainnya yang sangat populer di luar negeri dan mempunyai efek menenangkan. "Licorice ada di dalam obat batuk hitam, tidak menimbulkan efek samping dan rasanya dapat diterima," jelasnya.
Karena itulah, sejumlah produsen obat memanfaatkan bahan alami ini dalam kandungan obat batuknya. Satu di antaranya dilakukan produsen OBH Combi. Menurut Senior Brand Manager OBH Combi Aryana Jasiman mengatakan, kandungan Licorice (Succus Liquorice) atau dalam bahasa Latin Glycyrrhiza Glabra ini sudah dimanfaatkan sejak 2000 tahun yang lalu, karena berfungsi sebagai anti inflamatory dan anti alergi.
"Secara ilmiah kandungannya juga diakui oleh WHO, Chinese Pharmakope dan Herbal Pharmakope, British Herbal Compendium, dan German Standard Licence," ujarnya dalam siaran pers kepada Tribun Jabar beberapa waktu lalu.
Karenanya, kata dia, produk OBH Combi memanfaatkan Licorice dalam komposisi obat batuknya, selain bahan alamiah lainnya. "Licorice sebagai ekspektoran dan antitusif yang bekerja secara perifer, modifikasi viskositas cairan pada saluran pernafasan juga relaksasi otot polos sehingga mengurangi intensitas batuk. Licorice juga mempermudah sekresi dalam mekanisme batuk antitusif ada yang bekerja secara perifer dan sistem saraf pusat. (darajat arianto)

No comments:

Post a Comment

Gunakan bahasa yang patut, sopan dan santun demi kenyamanan bersama.