Salah satu gejala umum penyakit gangguan jiwa berat
seperti skizofrenia adalah halusinasi serta memiliki keyakinan kuat akan
sesuatu yang tidak nyata. Oleh karena itu banyak pasien yang dianggap
terkena guna-guna, kutukan, atau pun santet. Biasanya pihak keluarga
akan langsung membawa pasien skizofrenia ke paranormal.
"Padahal
skizofrenia itu penyakit gangguan di otak yang bisa diobati secara
medis. Yang terganggu adalah cara berpikirnya sehingga timbul beberapa
gejala. Jadi bukan karena kuturan atau santet," kata Dr.A.A Ayu Agung
Kusumawardhani, Sp.KJ(K), dalam acara media edukasi menyambut Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia di Jakarta (9/9/14).
Perayaan Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia tahun ini mengambil tema "Living with
Schizophrenia" yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman akan
pentingnya terapi dini yang tepat bagi orang dengan skizofrenia (ODS),
serta mengajak masyarakat untuk memberi dukungan dan menerima ODS agar
aktif dan produktif di tengah masyarakat.
Menurut data Riset
Kesehatan Dasar 2013, jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat
mencapai 1,72 per 1000 penduduk. "Angka tersebut termasuk kecil karena
jumlah yang sebenarnya mencapai satu sampai tiga persen," kata Dr.Eka
Viora Sp.KJ, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan, dalam
acara yang sama.
Dokter Agung menjelaskan, gejala skizofrenia
antara lain halusinasi, baik itu mendengar, melihat, atau merasakan
hal-hal yang tidak didengar, dilihat, atau dirasakan orang sehat. Gejala
lainnya adalah delusi atau waham, yaitu isi pikiran tidak sesuai dengan
kenyataan dan tetap yakin meski telah ditunjukkan bukti bahwa isi
pikirannya salah. Misalnya seseorang yakin dirinya utusan Tuhan.
"Perjalanan
penyakit skizofrenia sebenarnya dimulai sejak usia anak-anak dan di
usia remaja mulai timbul gejala. Jika ini bisa dideteksi sejak awal dan
juga diintervensi, pasien bisa hidup produktif seperti orang sehat,"
katanya.
Gejala yang perlu diwaspadai orangtua antara lain anak
mengalami penurunan prestasi akademik di sekolah, yang semula ceria jadi
pemurung, menarik diri, serta gangguan konsentrasi.
Ditambahkan
oleh dr.Agung, kebanyakan ODS sudah terlambat dibawa ke dokter.
"Penyakit ini kurang dipahami sehingga biasanya keluarga pasien
keliling-keliling dulu mencari 'orang pintar'. Padahal jika tidak segera
diobati penyakitnya akan berdampak panjang," ujarnya.
Terapi
pengobatan ODS antara lain obat-obatan dan psikoterapi (konseling).
Pengobatan diberikan untuk menurunkan gejala skizofrenia, sedangkan
konseling dapat membantu pasien memahami, menerima, dan menjalani
penyakitnya.
"Obat-obatan biasanya harus terus diminum selama dua
tahun. Tujuan dari terapi pengobatan adalah gejala-gejalanya tidak
muncul, pasien bisa mandiri dan kembali ke fungsinya," kata dr.Agung.
No comments:
Post a Comment
Gunakan bahasa yang patut, sopan dan santun demi kenyamanan bersama.